JAKARTA - Sebanyak 40 ekor burung perkici dada merah (Trichoglossus forsteni), yang juga dikenal dengan nama Nuri Mitchell, akhirnya dipulangkan dari Paradise Park, Inggris, ke Indonesia. Burung-burung ini akan kembali ke habitat aslinya di Bali dan Lombok, sebagai bagian dari program konservasi nasional.
Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni menyatakan, “Pemulangan ini adalah simbol kedaulatan bangsa atas keanekaragaman hayati dan kepercayaan dunia terhadap kapasitas Indonesia dalam konservasi,” saat menerima burung-burung tersebut di Kantor Balai KSDA Bali.
Repatriasi ini bukanlah yang pertama. Pada 2024, sepuluh ekor owa jawa dan tiga ekor lutung jawa juga telah dipulangkan. Program ini merupakan hasil kerja sama Pemerintah Indonesia, Komisi IV DPR RI, Badan Karantina Indonesia, serta lembaga konservasi global dan nasional, seperti Bali Safari Park dan Bali Bird Park.
Menhut berharap perkici dada merah dapat berkembang biak di breeding center Bali Safari dan Bali Bird Park sebelum dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya. “Kita ingin suatu hari nanti, kicauan Perkici kembali terdengar di hutan Bali. Ini bukan hanya tentang burung yang pulang, tapi tentang bangsa yang memulihkan,” ujarnya.
Status Terancam Punah dan Ancaman Penangkapan Ilegal
Burung perkici dada merah merupakan spesies endemik Bali dan Lombok. Berdasarkan PermenLHK No. 106 Tahun 2018, burung ini dilindungi karena tergolong spesies terancam punah (Endangered) menurut daftar merah IUCN. Populasinya di alam liar hanya tersisa dalam jumlah yang terbatas.
Kepunahan sebagian besar disebabkan oleh penangkapan ilegal untuk perdagangan burung liar. Upaya repatriasi dilakukan untuk memulihkan spesies ini di habitat aslinya, terutama di Bali. Burung perkici dada merah adalah pecinta nektar dan termasuk dalam keluarga nuri pelangi. Paradise Park di Cornwall, Inggris, telah mengembangbiakkan burung ini sejak 2011, menjadikannya kelompok penangkaran terbesar di dunia untuk spesies ini.
Louise Caddy, kepala seksi burung beo di Paradise Park, berbagi ilmu tentang perawatan dan penangkaran burung perkici kepada lembaga konservasi di Indonesia, sehingga proses repatriasi dan adaptasi di Indonesia dapat berjalan dengan baik.
Adaptasi dan Reproduksi di Bali
Bali Bird Park dan Taman Safari Indonesia menjadi mitra dalam proyek ini, dengan dukungan ilmiah dan pendanaan dari World Parrot Trust. Anak-anak burung perkici nantinya akan dilepas ke habitat yang sesuai, dengan pengawasan ketat selama proses adaptasi.
Kurator David Woolcock melaporkan, “Kami sangat senang melaporkan bahwa burung-burung tersebut beradaptasi dengan sangat baik setelah perjalanan mereka. Di Bali Bird Park, beberapa pasang sudah bertelur dan sembilan anak burung telah menetas – sebuah pertanda baik bahwa mereka sehat dan telah beradaptasi.”
Keberhasilan reproduksi ini menjadi indikator positif bahwa program repatriasi tidak hanya menyelamatkan individu, tetapi juga berkontribusi pada kelangsungan spesies di alam.
Upaya Konservasi Burung Lain di Bali
Selain perkici dada merah, upaya pelestarian juga dilakukan untuk burung Jalak Bali yang masih terancam punah. Populasi burung ini semakin meningkat dan habitatnya meluas, tercatat di beberapa kawasan hutan Cekik, Gilimanuk, dan Labuang Lalang.
Kepala Balai TNBB, Agus Ngurah Krisna, menjelaskan, pada 2017 terdapat 109 ekor burung Jalak Bali di alam liar dan 273 ekor di Unit Pengelolaan Khusus Pembinaan Jalak Bali (UPKPJB). Peningkatan jumlah dan distribusi ini menjadi bukti bahwa program konservasi berbasis habitat dan pembiakan berhasil memberikan dampak positif bagi kelestarian spesies endemik.
Repatriasi burung perkici dada merah menandai langkah strategis Indonesia dalam memulihkan keanekaragaman hayati dan memperkuat kapasitas konservasi nasional. Dengan dukungan lembaga konservasi global dan lokal, serta pemantauan ketat selama adaptasi, harapannya kicauan burung endemik ini dapat kembali terdengar di hutan Bali dan Lombok dalam beberapa tahun mendatang, sebagai simbol keberhasilan pelestarian alam dan kedaulatan biologis Indonesia.