Indonesia Dorong Aturan Royalti Digital Global Lewat Kerja Sama Internasional

Kamis, 18 Desember 2025 | 14:33:53 WIB
Indonesia Dorong Aturan Royalti Digital Global Lewat Kerja Sama Internasional

JAKARTA - Isu royalti digital kini bergerak dari sekadar urusan teknis menjadi agenda strategis lintas negara. 

Pemerintah Indonesia memandang tata kelola royalti di era digital perlu ditata ulang agar mampu menjawab tantangan ekonomi kreatif global.

Perubahan pola distribusi karya musik dan konten digital yang melintasi batas negara menuntut pendekatan baru. Dalam konteks ini, Indonesia menempatkan kolaborasi internasional sebagai kunci utama pembentukan aturan bersama.

Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej menegaskan bahwa Indonesia aktif mendorong lahirnya instrumen hukum internasional terkait royalti digital. Upaya tersebut dilakukan dengan semangat dialog dan keterbukaan bersama mitra global.

Royalti Digital sebagai Isu Ekonomi Global

Dalam pertemuan bersama para duta besar dan perwakilan negara di Jakarta, Selasa (16/12), Wamenkum menyampaikan bahwa persoalan royalti digital memiliki dampak ekonomi yang luas. Isu ini menyentuh kepentingan banyak negara dan pelaku industri kreatif.

Menurutnya, ketimpangan ekonomi dalam industri musik digital semakin terlihat seiring masifnya platform streaming global. Distribusi dan konsumsi karya tidak lagi mengenal batas wilayah negara.

“Kami ingin bekerja konstruktif dengan semua mitra, baik yang telah menyampaikan dukungan, memberikan panduan, maupun masih memerlukan pemahaman terhadap elemen-elemen Proposal Indonesia," kata pria yang akrab disapa Eddy tersebut, seperti dikutip dari keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Pernyataan tersebut menegaskan posisi Indonesia yang memilih pendekatan persuasif. Dialog dan kemitraan terbuka dinilai menjadi jalan terbaik menghadapi kompleksitas ekonomi digital.

Tantangan Tata Kelola Musik Digital

Wamenkum menjelaskan bahwa fragmentasi data menjadi salah satu masalah utama dalam tata kelola royalti digital. Data yang tersebar di berbagai yurisdiksi menyulitkan proses penelusuran dan distribusi royalti.

Selain itu, aliran royalti lintas negara sering kali tidak berjalan seimbang. Pertumbuhan ekonomi streaming yang pesat tidak selalu berbanding lurus dengan kesejahteraan para kreator.

Kondisi ini memperlihatkan perlunya perubahan mendasar dalam tata kelola global. Sistem yang ada saat ini dinilai belum sepenuhnya mampu mengakomodasi dinamika industri kreatif digital.

Tantangan tersebut juga menunjukkan bahwa persoalan royalti tidak dapat diselesaikan secara sepihak. Dibutuhkan kesepahaman dan standar bersama agar manfaat ekonomi dapat dirasakan secara adil.

Baca juga: Pemerintah matangkan penyempurnaan tata kelola royalti lagu dan musik

Proposal Indonesia di Forum Internasional

Sebagai respons atas kondisi tersebut, Indonesia memperkenalkan inisiatif instrumen hukum internasional bernama Proposal Indonesia. Inisiatif ini bersifat mengikat dan difokuskan pada tata kelola royalti digital.

Proposal tersebut disampaikan pada Sidang Komite Tetap Hak Cipta dan Hak Terkait (SCCR) ke-47 di Jenewa, Swiss, pada 1–5 Desember 2025. Forum ini menjadi panggung penting untuk menyuarakan kepentingan kreator global.

Langkah ini menandai komitmen Indonesia dalam mendorong perubahan regulasi di tingkat internasional. Pemerintah melihat perlunya aturan global yang mampu menjawab tantangan era digital.

Sebagai tindak lanjut, Pemerintah Indonesia mengadakan pertemuan lanjutan dengan para duta besar dan perwakilan negara. Pertemuan tersebut bertujuan memperdalam dialog serta menyampaikan perkembangan dukungan internasional.

"Pertemuan menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk memperluas pemahaman bersama mengenai urgensi instrumen global yang mampu menjawab tantangan industri kreatif di era digital," tuturnya.

Harapan terhadap Sistem yang Adil dan Transparan

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum, Hermansyah Siregar, menilai kerangka Proposal Indonesia lahir dari kesadaran akan keterbatasan sistem yang ada. Dinamika sektor kreatif berkembang lebih cepat dibanding regulasinya.

Ia menyoroti fakta bahwa industri musik global memang tumbuh secara ekonomi. Namun, pertumbuhan tersebut belum sepenuhnya diikuti dengan distribusi nilai yang adil bagi para kreator.

Kesenjangan royalti masih terjadi dalam skala besar. Banyak kreator yang belum mendapatkan hak ekonomi secara proporsional dari karya yang beredar secara digital.

“Proposal ini diajukan sebagai respons proaktif Indonesia untuk mengisi kekosongan regulasi global, memastikan mekanisme pembayaran yang akuntabel, adil, dan transparan bagi para kreator, serta memanfaatkan potensi ekonomi dari royalti digital secara maksimal,” kata Hermansyah dalam kesempatan yang sama.

Melalui inisiatif ini, Indonesia berharap tercipta sistem yang mampu melindungi hak kreator. Transparansi dan akuntabilitas menjadi fondasi utama dalam tata kelola baru yang diusulkan.

Upaya ini juga diharapkan dapat memperkuat posisi industri kreatif di tingkat global. Dengan aturan yang jelas, ekosistem digital diyakini dapat tumbuh lebih sehat dan berkelanjutan.

Indonesia menegaskan bahwa kolaborasi tetap menjadi kunci. Instrumen hukum global hanya akan efektif jika dibangun atas dasar kepercayaan dan kerja sama antarnegara.

Dengan pendekatan tersebut, Indonesia optimistis dapat berkontribusi nyata dalam membentuk masa depan tata kelola royalti digital dunia.

Terkini