Harga Batu Bara Naik Meski Impor Asia Melemah

Minggu, 02 November 2025 | 09:55:14 WIB
Harga Batu Bara Naik Meski Impor Asia Melemah

JAKARTA - Pasar komoditas energi kembali menunjukkan pergerakan menarik pada akhir Oktober 2025. 

Harga batu bara dunia mengalami penguatan meskipun data terkini menunjukkan permintaan dari kawasan Asia justru melemah. Kenaikan harga ini menjadi sinyal bahwa sentimen jangka menengah terhadap komoditas energi tersebut masih positif di tengah tekanan permintaan global yang menurun.

Berdasarkan data Trading View, kontrak berjangka batu bara Newcastle untuk pengiriman Oktober 2025 tercatat stabil di level US$ 104,15 per ton. Namun untuk kontrak pengiriman November dan Desember 2025, harga menunjukkan tren penguatan. 

Kenaikan ini mencerminkan optimisme pelaku pasar terhadap potensi pemulihan permintaan dalam beberapa bulan ke depan, terutama di tengah proyeksi cuaca yang lebih dingin di sejumlah negara konsumen utama batu bara.

Optimisme Pasar di Tengah Penurunan Impor

Meski permintaan dari Asia melemah, pelaku pasar tetap memperkirakan adanya rebound dalam waktu dekat. China dan India, dua konsumen batu bara terbesar di dunia, mencatat penurunan impor dalam beberapa bulan terakhir. Namun penurunan ini dianggap bersifat sementara karena faktor stok dan kebijakan dalam negeri.

Beberapa analis menilai bahwa pemerintah di negara-negara tersebut masih berfokus pada stabilitas pasokan energi domestik, terutama menjelang musim dingin. Kondisi ini membuat pasar global memperkirakan akan adanya peningkatan impor kembali menjelang akhir tahun, seiring kebutuhan energi yang meningkat.

Selain itu, penguatan harga batu bara juga dipicu oleh spekulasi bahwa permintaan dari sektor industri akan pulih, terutama setelah data manufaktur di sejumlah negara Asia mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Sentimen inilah yang membuat harga batu bara tetap bertahan di zona positif meskipun tekanan dari sisi fundamental belum sepenuhnya pulih.

Faktor Cuaca dan Produksi Jadi Penopang

Cuaca ekstrem di beberapa wilayah tambang utama turut berkontribusi terhadap pergerakan harga batu bara. Gangguan pasokan dari Australia dan Indonesia akibat curah hujan tinggi menjadi salah satu alasan mengapa harga masih terjaga. Produksi yang tertunda membuat pasokan global sedikit menurun, sehingga menahan tekanan penurunan harga lebih lanjut.

Sementara itu, di sisi lain, sejumlah negara pengimpor tengah menyiapkan kebijakan stok energi untuk menghadapi musim dingin. Langkah ini memicu ekspektasi kenaikan permintaan baru dalam jangka pendek, terutama dari Jepang dan Korea Selatan yang tengah memperkuat cadangan energi fosil.

Prospek Jangka Menengah Masih Positif

Meski secara bulanan impor dari Asia menunjukkan pelemahan, para pelaku pasar tetap melihat prospek batu bara dalam jangka menengah cukup solid. Permintaan energi global masih ditopang oleh ketidakpastian transisi energi di banyak negara berkembang.

Sementara kebijakan dekarbonisasi terus didorong, realitas di lapangan menunjukkan bahwa kebutuhan terhadap energi fosil, termasuk batu bara, belum dapat sepenuhnya tergantikan oleh energi terbarukan. Kondisi inilah yang membuat harga batu bara masih memiliki ruang untuk bertahan dalam kisaran tinggi hingga awal tahun depan.

Analis pasar memperkirakan harga batu bara Newcastle bisa tetap berada di kisaran US$ 100–110 per ton dalam beberapa bulan mendatang, tergantung pada bagaimana permintaan industri dan kondisi pasokan global berkembang.

Sentimen Global Ikut Memengaruhi

Selain faktor permintaan dari Asia, dinamika global juga turut memengaruhi arah harga batu bara. Konflik geopolitik dan ketegangan di kawasan Timur Tengah masih menimbulkan ketidakpastian terhadap pasar energi secara keseluruhan. Para investor menilai bahwa batu bara tetap menjadi alternatif sementara ketika pasokan energi lain, seperti gas alam cair (LNG), mengalami gangguan harga.

Selain itu, nilai tukar dolar AS yang menguat terhadap sejumlah mata uang utama juga berpotensi menekan daya beli importir. Namun, bagi produsen, kondisi ini dapat menjadi keuntungan tambahan karena harga dalam dolar memberikan margin ekspor yang tetap menarik.

Penguatan Bisa Berlanjut Jika Permintaan Pulih

Jika proyeksi permintaan dari sektor industri dan pembangkit listrik benar-benar meningkat menjelang akhir tahun, maka harga batu bara berpeluang melanjutkan tren penguatannya. Terlebih, beberapa negara pengimpor besar kini tengah mempersiapkan kebijakan baru untuk mengamankan pasokan energi jangka panjang.

Secara keseluruhan, meskipun data impor Asia masih menunjukkan pelemahan, pasar batu bara tetap mendapat dorongan dari faktor cuaca, ekspektasi pemulihan ekonomi, dan sentimen jangka menengah yang positif.

Kondisi ini menegaskan bahwa harga batu bara masih memiliki fondasi kuat untuk bertahan di level tinggi, terutama menjelang musim dingin dan meningkatnya kebutuhan energi global. Dengan demikian, penguatan harga yang terjadi pada akhir Oktober 2025 bisa menjadi awal tren baru di kuartal berikutnya, menandakan stabilitas sektor energi fosil di tengah ketidakpastian global.

Terkini

16 Tempat Makan Enak di Godean Jogja yang Wajib Dicoba

Minggu, 02 November 2025 | 11:21:54 WIB

Resep Bumbu Pecak Ikan Nila Pedas Gurih Khas Nusantara

Minggu, 02 November 2025 | 11:21:53 WIB

Billie Eilish Donasi Rp191 Miliar, Ini Total Kekayaannya!

Minggu, 02 November 2025 | 11:21:52 WIB

WHO Waspadai Lonjakan Kasus Mpox, Malaysia Ikut Terdeteksi

Minggu, 02 November 2025 | 11:21:51 WIB