Harga Batu Bara Acuan November 2025 Melemah, Pasar Global Tertekan

Selasa, 04 November 2025 | 10:27:23 WIB
Harga Batu Bara Acuan November 2025 Melemah, Pasar Global Tertekan

JAKARTA - Harga batu bara acuan (HBA) pada periode pertama November 2025 kembali melemah di hampir semua jenis kalori. 

Tren penurunan ini menandakan masih kuatnya tekanan harga di pasar global, terutama akibat fluktuasi permintaan dari negara importir utama serta dinamika pasokan energi dunia yang belum stabil.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 348.K/MB.01/MEM.B/2025 menetapkan HBA terbaru yang berlaku mulai awal November 2025. Keputusan tersebut ditandatangani langsung oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebagai acuan resmi bagi pelaku usaha tambang dalam menentukan harga jual batu bara.

Berdasarkan keputusan tersebut, harga batu bara dengan nilai kalori tinggi setara 6.322 kcal/kg GAR turun 5,77% menjadi US$103,75 per ton. Pada periode kedua Oktober 2025, harga kalori tinggi masih bertahan di level US$109,74 per ton. Dengan demikian, HBA pada awal November ini mencatat penurunan paling signifikan dibandingkan periode sebelumnya.

Batu Bara Kalori Menengah dan Rendah Juga Ikut Terkoreksi

Tak hanya untuk kalori tinggi, batu bara jenis lain juga mengalami pelemahan. Batu bara dengan nilai kalori 5.300 kcal/kg GAR merosot ke posisi US$67,22 per ton, turun tipis dari US$67,76 per ton pada periode kedua Oktober 2025.

Sementara itu, batu bara kalori rendah (3.400 kcal/kg GAR) turun ke US$33,74 per ton dari US$33,92 per ton pada periode sebelumnya. Dengan penurunan di dua segmen ini, tren koreksi harga tampak merata di seluruh level kalori batu bara.

Namun, hanya batu bara dengan kalori 4.100 kcal/kg GAR yang mencatat penguatan tipis. Harganya naik menjadi US$44,02 per ton dari sebelumnya US$43,71 per ton. Kenaikan kecil ini menandakan adanya permintaan yang stabil di pasar tertentu, meski tekanan global tetap kuat.

Penurunan harga di sebagian besar kategori HBA menunjukkan masih belum pulihnya keseimbangan antara permintaan dan pasokan batu bara internasional. Di sisi lain, turunnya harga juga memberi ruang bagi konsumen industri domestik yang membutuhkan pasokan energi lebih terjangkau.

HBA Jadi Dasar Penetapan Harga Patokan Batu Bara (HPB)

Penetapan HBA awal November 2025 ini juga akan menjadi dasar dalam perhitungan harga patokan batu bara (HPB). HPB digunakan sebagai acuan transaksi antara produsen dan pembeli, baik di pasar domestik maupun ekspor.

Kementerian ESDM memastikan bahwa penyesuaian HBA dilakukan dua kali dalam sebulan, yakni setiap tanggal 1 dan 15. Pola ini diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 80.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Harga Mineral Logam Acuan dan Harga Batubara Acuan.

Melalui kebijakan tersebut, pemerintah berupaya menjaga transparansi dan menyesuaikan harga batu bara dengan dinamika pasar global yang sangat cepat berubah. Selain HBA, keputusan yang sama juga mencakup penetapan harga mineral acuan (HMA) berbagai komoditas logam yang menjadi tulang punggung ekspor Indonesia.

Harga Komoditas Lain Juga Berfluktuasi

Bersamaan dengan penetapan HBA, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga mengumumkan harga mineral acuan (HMA) untuk beberapa komoditas logam pada periode pertama November 2025.

HMA nikel dipatok sebesar US$15.075,33 per dmt, mengalami sedikit penurunan dibandingkan periode kedua Oktober 2025 yang sebesar US$15.142 per dmt.

Sementara itu, harga aluminium justru menguat menjadi US$2.776,33 per dmt dari US$2.688 per dmt pada periode sebelumnya. Tren serupa juga terlihat pada komoditas tembaga, yang naik dari US$10.311,37 per dmt menjadi US$10.662,07 per dmt.

Fluktuasi harga mineral tersebut menunjukkan dinamika pasar global yang kompleks. Komoditas seperti nikel dan tembaga masih dipengaruhi oleh permintaan dari sektor kendaraan listrik dan energi baru terbarukan, sementara aluminium mencerminkan pemulihan aktivitas manufaktur global.

Tekanan Global dan Strategi Pemerintah

Melemahnya harga batu bara acuan di awal November 2025 tidak terlepas dari kondisi pasar internasional. Penurunan permintaan dari China dan India — dua negara importir utama — serta meningkatnya pasokan dari produsen lain, membuat harga komoditas energi ini terkoreksi.

Selain itu, faktor geopolitik dan kebijakan transisi energi bersih turut menekan harga. Negara-negara besar tengah beralih dari sumber energi fosil ke energi terbarukan, sehingga konsumsi batu bara global cenderung stagnan.

Kementerian ESDM menegaskan bahwa kebijakan HBA bersifat adaptif terhadap dinamika pasar. Pemerintah berupaya menjaga keseimbangan antara kepentingan industri batu bara, penerimaan negara, dan ketersediaan energi bagi masyarakat.

Dengan sistem penetapan dua kali sebulan, pelaku usaha diharapkan dapat lebih mudah menyesuaikan strategi produksi dan penjualan sesuai perkembangan harga dunia. Transparansi ini juga diharapkan menjaga daya saing ekspor Indonesia di tengah kompetisi global yang semakin ketat.

Kesimpulan: Pasar Masih Berfluktuasi, Stabilitas Jadi Kunci

Penurunan harga batu bara acuan pada awal November 2025 menjadi sinyal bahwa pasar komoditas energi masih menghadapi ketidakpastian. Meski demikian, kenaikan pada beberapa komoditas logam seperti aluminium dan tembaga menunjukkan masih adanya ruang pertumbuhan di sektor lain.

Ke depan, tantangan utama bagi Indonesia adalah menjaga kestabilan harga domestik sembari mengoptimalkan ekspor. Pemerintah melalui Kementerian ESDM diharapkan terus memantau dinamika global dan menyesuaikan kebijakan harga agar tetap adil bagi semua pihak — baik produsen, konsumen industri, maupun negara.

Terkini