Tembaga Besar

Indonesia Punya Potensi Jadi Produsen Katoda Tembaga Besar

Indonesia Punya Potensi Jadi Produsen Katoda Tembaga Besar
Indonesia Punya Potensi Jadi Produsen Katoda Tembaga Besar

JAKARTA - Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi produsen katoda tembaga nomor dua di dunia, hanya kalah dari Tiongkok. Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas, menyampaikan hal ini dalam acara 16th Kompas100 CEO Forum 2025 di Jakarta.

Menurut Tony, Tiongkok saat ini menjadi produsen katoda tembaga terbesar dengan kapasitas 12 juta ton per tahun, padahal negara tersebut tidak memiliki tambang tembaga sendiri. “Tiongkok paling besar produksinya 12 juta ton, padahal dia enggak punya tambang. Sini (Indonesia), negara tambang tembaga,” ungkap Tony.

Sebagai perbandingan, Chile yang dikenal kaya akan tambang tembaga hanya memproduksi sekitar 2 juta ton katoda tembaga karena sebagian besar konsentratnya diekspor ke Tiongkok dan Amerika Serikat. Kongo memproduksi kurang dari 2 juta ton, sementara Jepang yang mengimpor bahan baku tembaga mampu menghasilkan sekitar 1,5 juta ton. Rusia sendiri memproduksi 1 juta ton per tahun.

Kapasitas Produksi Freeport dan Amman Mineral

Tony menekankan bahwa potensi Indonesia sangat besar, mengingat sumber daya tembaga yang melimpah dan kapasitas produksi yang terus bertambah. “Kami, PTFI kalau dengan Amman Mineral, itu bisa produksi sampai 1,1 juta ton. Berarti kita akan nomor 5 dunia, apalagi ini baru dari 2 perusahaan. Kalau yang 3 lagi on the up dan kemudian jalan, kita akan jadi rajanya katoda tembaga dunia. Setelah Cina ya, yang enggak punya tambang tembaga,” ujarnya.

Saat ini Freeport telah memiliki smelter di Gresik yang beroperasi sejak 1997 bekerja sama dengan Jepang melalui PT Smelting. Produksi smelter ini mencapai sekitar 7.000 ton katoda tembaga, namun konsumsi domestik baru sekitar 800 ton. “Yang di konsumsi domestik hanya 800 ton. Kenapa? Karena yang sudah lama saja, si PT Smelting ini 90 persen di ekspor dan kami produksi full. Kemungkinan besar 100 persen akan ekspor,” jelas Tony.

Hilirisasi dan Manfaat untuk Industri Nasional

Tony menekankan pentingnya percepatan hilirisasi tembaga di dalam negeri agar produksi katoda dapat dimanfaatkan untuk industri nasional. Dari 80.000 ton katoda tembaga yang akan diproduksi oleh Freeport dan PT Smelting, jumlah tersebut dapat mendukung produksi hingga 8 juta kendaraan listrik per tahun, atau 160 gigawatt tenaga listrik matahari, 480 gigawatt tenaga air, maupun bahan baku setara 2.000 gedung Empire State Building dalam satu tahun.

“Ini sebenarnya adalah momentum yang tepat, bukan hanya untuk kita di dalam negeri, tapi juga agar industri yang lebih besar bisa dibangun oleh negeri, dan kemudian konsumen akhirnya bisa diekspor,” ujar Tony.

Percepatan hilirisasi ini dinilai sangat strategis karena dapat meningkatkan nilai tambah tembaga sebelum diekspor, sekaligus mendukung transformasi industri nasional menuju energi bersih dan kendaraan listrik.

Permintaan Global dan Momentum Indonesia

Potensi Indonesia menjadi raja katoda tembaga juga diperkuat oleh tren permintaan global yang terus meningkat, terutama terkait transisi ke energi terbarukan. Tony menyebutkan kunjungannya ke London Metal Exchange, di mana permintaan tembaga menjadi topik utama.

“Saya minggu lalu dari London, di London Metal Exchange, yang dibicarakan semakin besar adalah tembaga. Kalau nikel dibicarakannya sudah berlimpah ruah, sementara tembaga demand-nya naik terus. Karena Renewable Energy Transition,” jelas Tony.

Permintaan global yang terus meningkat ini memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk menyalip negara-negara penghasil katoda tembaga lain seperti Chile, Kongo, Jepang, dan Rusia, terutama jika kapasitas produksi dan hilirisasi dalam negeri terus ditingkatkan.

Indonesia berada di titik strategis untuk menjadi pemain utama katoda tembaga dunia. Dengan sumber daya melimpah, kapasitas produksi yang terus bertambah, dan fokus pada hilirisasi, negara ini tidak hanya bisa mendukung industri lokal dan kendaraan listrik, tetapi juga memanfaatkan momentum permintaan global untuk menjadi produsen katoda tembaga nomor dua di dunia, hanya kalah dari Tiongkok.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index