JAKARTA - Isu daya saing industri timah kembali menjadi sorotan pemerintah. Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kini menyoroti persoalan pajak berlapis yang membebani rantai produksi timah nasional, dan tengah berupaya menyusun strategi fiskal untuk mengatasinya.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu menyebut bahwa sistem pajak berlapis yang diterapkan saat ini justru membuat produk hilir timah dalam negeri kalah kompetitif dibandingkan produk impor, meskipun bahan bakunya berasal dari Indonesia sendiri.
“Tambang kita kena pajak, masuk ke tier satu kena pajak, keluar naik ke bursa kena pajak. Dari bursa turun ke buyer-nya pabrik solder atau tin chemical beli kena pajak, jual lagi kena pajak,”
kata Todotua di Jakarta, Selasa.
Produk Hilir Domestik Kalah Bersaing di Pasar
Menurut Todotua, situasi ini menimbulkan ironi dalam rantai pasok industri nasional. Pasalnya, bahan baku timah, fasilitas hilirisasi, hingga smelter semuanya berada di Indonesia, namun hasil akhirnya justru kurang kompetitif di pasar internasional.
Ia mencontohkan, produk solder hasil olahan timah Indonesia yang diproduksi di dalam negeri masih kalah harga dibandingkan solder buatan Malaysia, meskipun bahan bakunya berasal dari Indonesia juga.
“Bahan baku timah kita yang ada di Indonesia itu setelah diproses di smelter dan masuk bursa, kemudian dibeli pabrikan solder di Malaysia, malah produk jadi mereka bisa dijual lebih murah ke kita,”
ungkapnya.
Fenomena ini terjadi karena struktur biaya yang menumpuk akibat pajak berlapis di setiap tahap rantai produksi. Dari mulai penambangan, perdagangan di bursa komoditas, hingga proses distribusi ke industri hilir, semua terkena pungutan fiskal.
Akibatnya, harga jual produk hilir timah domestik menjadi lebih tinggi daripada produk impor, sehingga pabrikan di dalam negeri kesulitan bersaing.
BKPM dan Kemenkeu Bahas Solusi Strategi Fiskal
Untuk mengatasi masalah tersebut, BKPM kini menggandeng Kementerian Keuangan (Kemenkeu) guna merumuskan strategi fiskal baru yang diharapkan dapat menurunkan beban biaya industri timah nasional.
Todotua menegaskan bahwa reformasi kebijakan fiskal sangat diperlukan agar hasil hilirisasi Indonesia tidak sekadar menambah nilai komoditas, tetapi juga meningkatkan daya saing industri di tingkat global.
“Kenapa gak kompetitif? Setelah kita mitigasi, di situ ada strategi fiskal,”
katanya menegaskan.
“Ini yang lagi kita minta,” tambahnya.
Menurut Todotua, kerja sama lintas kementerian menjadi kunci untuk menciptakan sistem fiskal yang adil dan efisien. Pemerintah perlu meninjau ulang skema perpajakan yang diterapkan pada industri tambang dan hilirisasi, agar tidak terjadi “pajak ganda” yang menggerus keuntungan pelaku usaha dan melemahkan posisi produk dalam negeri.
Ia menambahkan, langkah ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang hilirisasi nasional, yang bertujuan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah serta memperkuat sektor manufaktur dan industri pengolahan di dalam negeri.
Hilirisasi Timah dan Tantangan Rantai Pasok Global
Hilirisasi timah menjadi salah satu fokus utama pemerintah dalam memperkuat industri mineral Indonesia. Namun, tantangan yang dihadapi bukan hanya persoalan teknologi dan investasi, tetapi juga struktur fiskal dan rantai pasok global.
Meskipun Indonesia merupakan salah satu produsen timah terbesar di dunia, daya saing produk hilirnya masih tertinggal dibandingkan negara lain. Pajak berlapis membuat biaya produksi tinggi, sehingga investor enggan memperluas industri pengolahan di dalam negeri.
BKPM menilai bahwa keberhasilan hilirisasi tidak hanya bergantung pada peningkatan kapasitas produksi, tetapi juga pada efisiensi biaya dan kebijakan fiskal yang mendukung.
Todotua menegaskan bahwa pemerintah ingin memastikan hilirisasi benar-benar memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan meningkatkan nilai tambah nasional, bukan sekadar menjadi simbol kebijakan industri.
“Langkah aktif dan progresif sedang dilakukan bersama Kemenkeu untuk mencari strategi agar produksi barang domestik menjadi lebih kompetitif,”
ujar Todotua.
Selain meninjau aspek pajak, pemerintah juga tengah mendorong penguatan ekosistem industri hilir, termasuk pembenahan regulasi ekspor-impor bahan baku, peningkatan transparansi bursa komoditas, serta mendorong inovasi di sektor manufaktur timah.
Langkah Menuju Ekosistem Industri Timah yang Kompetitif
Upaya reformasi pajak yang diinisiasi BKPM diharapkan mampu menciptakan ekosistem industri timah nasional yang lebih sehat dan kompetitif.
Dengan struktur fiskal yang lebih adil, perusahaan pengolahan timah dalam negeri dapat meningkatkan efisiensi dan memperluas pasar ekspor.
Selain itu, kebijakan ini juga sejalan dengan visi pemerintah untuk mengintegrasikan hilirisasi dengan strategi transisi energi, mengingat timah menjadi salah satu material penting dalam produksi komponen energi terbarukan, seperti panel surya dan baterai kendaraan listrik.
Jika kebijakan fiskal berhasil disusun dengan tepat, maka Indonesia tidak hanya akan menjadi penghasil bahan mentah, tetapi juga pusat industri pengolahan timah yang mampu bersaing secara global.
Langkah ini sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam rantai pasok mineral strategis dunia, dan membuka peluang investasi yang lebih besar di sektor hilirisasi logam.
Masalah pajak berlapis dalam industri timah kini menjadi perhatian serius pemerintah. BKPM bersama Kemenkeu sedang menyiapkan langkah strategis untuk menciptakan sistem fiskal yang efisien dan mendukung daya saing industri nasional.
Dengan reformasi kebijakan yang tepat, diharapkan hilirisasi timah tidak hanya menambah nilai komoditas, tetapi juga memperkuat struktur ekonomi nasional dan membuka peluang investasi baru di sektor energi hijau.